PERILAKU AGRESIF REMAJA
Disusun
Oleh:
Evi Witanti
PERILAKU
AGRESIF REMAJA
Aksi-aksi
kekerasan dapat terjadi di mana saja, seperti di jalan-jalan, di sekolah, di
kompleks-kompleks perumahan, bahkan di pedesaan. Aksi tersebut dapat berupa
kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, dll).
Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar/masal
merupakan hal yang sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung
dianggap biasa. Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh
siswa-siswa di tingkat SLTP/SMP. Hal ini sangatlah memprihatinkan bagi kita
semua.
Aksi-aksi
kekerasan yang sering dilakukan remaja sebenarnya adalah prilaku agresi dari
diri individu atau kelompok. Agresif merupakan suatu tingkah laku yang
dilakukan seseorang dengan maksud untuk melukai, menyakiti, dan membahayakan
orang lain atau dengan kata lain dilakukan dengan sengaja. Tidak hanya
dilakukan untuk melukai korban secara fisik, tetapi juga secara psikis
(psikologis). Keagresifan Remaja merupakan kesalahan dalam penyesuaian diri
disuatu lingkungan yang berbentuk kenakalan, kebrutalan, kekerasan, dan
kemarahan. Remaja sangat rentang berperilaku agresif karena mereka dalam proses
mencari jati diri, mereka belum bisa mengendalikan luapan emosi sebagai reaksi
terhadap kegagalan individu yang ditampakkan dalam bentuk pengrusakan terhadap
orang atau benda dengan unsur kesengajaan yang diekspresikan dengan kata-kata
verbal dan perilaku non verbal. Perilaku Agresif Remaja ini kebanyakan
dilakukan oleh siswa-siswa di tingkat SLTP, SMA Bahkan Mahasiswa. Remaja adalah seorang anak yang bisa dibilang
berada pada usia tanggung, mereka bukanlah anak kecil yang tidak mengerti
apa-apa, tapi juga bukan orang dewasa yang bisa dengan mudah akan membedakan
hal mana yang baik dan mana yang berakibat buruk. Agresif juga dapat bersifat
positif seperti dalam olahraga, agresif untuk menjadi nomor satu, memenangkan
kompetisi. Namun yang dibahas disini
adalah agresif yang negatif.
Bagi
masyarakat kita terutama dikota-kota besar seperti jakarta, aksi-aksi kekerasan
baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian. Seperti
yang kita ketahui bersama untuk saat ini beberapa televisi (baik nasional
maupun swasta) bahkan membuat program-program khusus yang menyiarkan berita-berita
tentang aksi kekerasan yang dominan dilakukan oleh remaja. Kalau kita
perhatikan kebanyakan remaja bangga melakukan kekerasan, mereka ingin membuat
atau mengukir prestasi melalui kekerasan bukan berpresatsi melalui jalur
pendidikan.
Kauffman
(1985) memaparkan penyebab perilaku agresif dari berbagai sudut pandang teori
secara holistik, yaitu faktor bilogis, psikodinamika, frustrasi-agresif, dan
teori belajar sosial.
a. Teori
Biologis diasumsikan bahwa perilaku agresif merupakan perilaku instink, respon
kelainan hormon dan susunan kimiawi dalam tubuh, akibat getaran-getaran
elektrik yang terjadi pada susunan syaraf pusat. Faktor biologis bukan
satu-satunya yang mempengaruhi perilaku agresif.
b. Teori
Psikodinamika, agresif merupakan dorongan negatif dari agresi (id), karena
lemahnya fungsi kesadaran individu yaitu ego dan superego. Teori
frustrasi-Agresif, menjelaskan bahwa frustrasi selalu mengakibatkan perilaku
agresif, dan perilaku agresif selalu bersumber dari kondisi frustrasi.
c. Teori Belajar
Sosial, bahwa perilaku agresif bersumber dari hasil belajar atau hasil peniruan
(imitasi) dan hasil penguatan.
Pengendalikan
Perilaku Agresif pada Anak
Perilaku
agresif pada anak dapat diatasi, dikurangi bahkan untuk dihilangkan. Untuk
membantu mereka agar terlepas dari perilaku agresif diperlukan teknik dan
pendekatan yang komprehensif dan koordinatif. Adapun yang dapat kita lakukan,
baik di sekolah maupun di rumah, di antaranya melalui berbagai metoda dan
teknik sebagai berikut:
Ø Memahami dan
menerima pribadi anak
Pemahaman
terhadap anak meruparukan hal mutlak, terlebih pemahaman terhadap anak agresif
yang memerlukan bantuan.
Setelah
dipahami pribadi anak, kita berupaya untuk menerima apa adanya dan sebagaimana
mestinya. Pemahaman dan penerimaan akan menumbuhkan sikap simpati dan mungkin
empati pada kita/guru. Simpati dan empati akan menubuhkan kepercayaan, hal ini
merupakan modal untuk mengarahkan perilaku-perilaku anak ke arah nonagresif.
Ø Ciptakan
PAKEM.
PAKEM
(pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan), akan tercipta apabila
program pembelajaran yang pleksibel, disesuaikan dengan kemampuan setiap anak,
pengelolaan kelas yang memberikan rasa aman, kenyamanan dan menyenangkan.
Dengan terciptanya PAKEM akan mengurangi kondisi-kondisi yang mendorong
kegagalan sebagai benih frustrasi. Dengan terhidar dari sifat frustrasi berarti
mengurangi perilaku agresif.
Ø Melakukan
catharsis
Melakukan
catharsis yaitu menyalurkan perilaku agresif ke aktivitas yang positif dan
terhormat, seperti anak yang suka menendang atau memukul teman-teman, merusak
benda atau barang di sekitarnya, kita arahkan dan kembangkan motivasi untuk
kegiatan bermain drama, sepak bola, bola volly, main hokey dsb. Anak yang suka
memaki-maki, marah yang tidak terkendali, menghina, mencemooh orang lain, kita
arahkan ke aktivitas yang positif, seperti membaca puisi, bermain peran atau
drama, bernyanyi, berceritera dsb. Dengan kegiatan tersebut anak akan merasa
puas dan energi agresif akan tersalurkan, terbebas dari membahayakan dirinya
maupun orang lain, diterima oleh masyarakat dan mungkin menjadi kebanggaan bagi
dirinya. Menurut Freud, energi agresif dapat dikeluarkan dan diterima pada
kehidupan sosial seperti melalui pekerjaan atau permainan yang bertenaga, lebih
sedikit aktivitas yang tidak diinginkan seperti menghina orang lain,
perkelahian, atau pengrusakan.
a.
Menghapuskan pemberian imbalan.
Menghapuskan
pemberian imbalan atau istilah lain penguatan negatif, yaitu menghilangkan
rangsangan yang tidak menyenangkan (hukuman) setelah ditampilkan perilaku yang
diharapkan akan memperkuat munculnya frekuensi perilaku yang diharapkan
tersebut. Penghilangan yaitu menahan ganjaran yang diharapkan seperti yang
diberikan sebelumnya akan menurunkan frekuensi munculnya perilaku yang semula
mendapat penguatan. Penundaan berarti meniadakan ganjaran karena belum
ditampilkan perilaku tertentu yang diharapkan, maka akan menurunkan frekuensi
munculnya perilaku yang tidak diinginkan.
b. Strategi
memperagakan/pelatihan
Upaya yang
dilakukan melalui peragaran atau penampilan dalam pemecahan suatu masalah yang
tidak menggunakan perilaku agrasif. Tanggapan yang tidak cocok/bertentangan
dengan agresi boleh juga ditanamkan dengan memperagakan atau strategi
pelatihan. Ketika anak melihat suatu contoh dan memilih solusi yang tidak
agresif terhadap suatu konflik atau dengan tegas dilatih dalam pemakaian
metoda-metoda yang tidak agresif tentang pemecahan masalah, mereka menjadi
lebih mungkin untuk menetapkan solusi yang serupa kepada permasalahan mereka
sendiri. Pelatihan metoda yang efektif dalam mengatasi konflik secara
berkesinambungan merupakan hal yang utama dan bermanfaat bagi anak yang
agresif.
Ø Menciptakan
lingkungan nonagresif
Jika kita
bermaksud untuk mengurangi timbulnya perilaku agresif pada anak, maka kita
harus membebaskan lingkungan sekitar dari perilaku-perilaku agresif,
menghilangkan rangsangan-rangsangan yang dapat menumbuhkan perilaku agresif.
Misalnya dengan menghilangkan tontonan, bacaan, yang memperlihatkan kekerasan,
keberutalan, kesadisan dsb, terutama film-film adegan-adengan yang ada pada TV,
komik, dan bacaan lainnya.
Ø Mengembangkan
sikap empati
Anak-anak
prasekolah dan individu sangat agresif lain bisa tidak berempati dengan
korban-korban mereka. Mereka mungkin tidak merasa menderita walaupun merugikan
orang lain (berperilaku agresif). Kita dapat membantu mengembangkan sikap
empati mereka melalui contoh kegiatan, seperti: a) menunjukan
konsekuensi-konsekuensi yang berbahaya dari tindakan-tindakan anak yang
agresif, b) menempatkan anak di tempat kejadian korban dan membayangkan
bagaimana rasanya menjadi korban.
Ø Hukuman
Apabila
pendekatan-pendekatan di atas tidak efektif, maka dapat dilakukan dengan
memberi hukuman yang bersifat mendidik dan manusiawi. Adapun pedoman yang harus
dijadikan acuan apabila memberi hukuman yaitu:
a) Gunakan
hukuman hanya setelah metode koreksi positif telah gagal dan ketika membiarkan
perilaku tersebut berlanjut akan menyebabkan konsekuensi-konsekuensi negatif
yang lebih serius daripada tingkat hukuman yang dilakukan.
b) Hukuman
harus digunakan hanya oleh orang-orang yang memiliki kedekatan dan penuh kasih
sayang terhadap anak ketika tingkah lakunya dapat diterima dan yang menawarkan
banyak dukungan positif untuk perilaku non-agresif.
c) Menghukum
seperti apa adanya, tanpa kejengkelan, ancaman, atau melanggar moral.
d) Hukuman
harus bersifat adil, konsisten dan segera.
e) Hukuman
harus intens secara akal dan proporsional.
f) Bila
memungkinkan, hukuman harus melibatkan biaya respons (kehilangan hak-hak
istimewa atau hadiah atau menarik diri dari perhatian) daripada perlakuan
permusuhan.
g) Bila
memungkinkan, hukumannya harus terkait langsung dengan perilaku agresif,
memungkinkan anak untuk membuat restitusi, dan/atau mempraktekkan perilaku
alternatif yang lebih adaptif.
h) Jangan
langsung memberikan penguatan positif segera setelah hukuman, anak mungkin
belajar berperilaku agresif kemudian menanggung hukuman untuk mendapatkan
dukungan.
i)
Menghentikan hukuman jika tidak segera efektif.
Penanganan
terhadap anak yang berperilaku agresif harus dilaksanakan secara menyeluruh,
artinya semua pihak harus terlibat, termasuk orang tua, guru dan lingkungan
sekitarnya.
Berdasarkan
uraian pembahasan cara penanganan terhadap anak berperilaku agresif di atas
dapat disimpulkan bahwa penanganan terhadap anak yang berperilaku agresif harus
dilaksanakan secara menyeluruh, artinya semua pihak harus terlibat, termasuk
orang tua, guru dan lingkungan sekitarnya. Beberapa alternatfi penanganan
terhadap anak berperilaku aresif dengan memberi hukuman yang efektif kepada
anak dan perlu adanya pengertian dan kesabaran orangtua.
gaaabung yuk
BalasHapus