makalah BERDAKWAH Lewat SENI / BUDAYA


BERDAKWAH MELALUI SENI DAN BUDAYA

Anjuran untuk berdakwah
Dewasa ini, banyak sekali umat Islam yang menyerukan kalimat Ilahi dengan dakwah Islamiyah. Dakwah di sini dalam artian penyebaran agama Islam sekaligus meluruskan pandangan kaum muslimin terhadap agama Islam dari segi akidah maupun ajaran syariat-syariatnya. Dalam benak kita sudah pastilah bergembira dengan adanya kaum muslimin yang dengan rasa ikhlas meninggikan nama Allah melalui syiar Islam kepada masyarakat. Sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Imran [3]: 104)
Yang dimaksud ma’ruf pada ayat diatas adalah segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah SWT. Sebaliknya, munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari-Nya.

Berdakwah melalui seni dan sastra budaya
Sayangnya jika kita amati dakwah kaum muslim akhir-akhir ini tak lebih dari separo yang berhasil mengajak masyarakat sesuai visi dan misi dakwah tersebut. Seberapa pesat perkembangan Islam saat ini? Apakah masjid-masjid kita penuh oleh muslim yang berebutan meluruskan shaf? Hal ini amat berbeda jika dibandingkan dengan keberhasilan dakwah nabi Muhammad SAW yang dimulai dari nol hingga mampu melebarkan sayap Islam ke segala penjuru dunia. Melalui perjuangan beliau Islam mampu menyatukan seluruh umat manusia dalam bingkai agama Islam. Padahal pada zaman itu kebudayaan dan kehidupan masyarakat Arab berbanding berbalik dengan ajaran Islam yang dibawa nabi Muhammad SAW. Lantas, apakah yang melatarbelakangi keberhasilan beliau dalam berdakwah? Yang pasti banyak faktor sebagai pedukung keberhasilan tersebut. Diantaranya kegigihan beliau dalam berdakwah, toleransi beliau, kesabaran beliau, metode dakwah beliau, dan mukjizat beliau dari Allah SWT yang tiada tandingannya. Di sini akan dipaparkan salah satu metode dakwah yang sangat dominan atas keberhasilan dakwah tersebut.
Ditinjau dari sisi sosiokultural, sudah menjadi fakta bahwa salah satu pilar kesuksesan dakwah nabi Muhammad SAW dikalangan masyarakat Arab adalah strategi beliau dalam mendekati kaum Arab lewat pendekatan seni dan budaya. Adanya kitab suci Al-Qur’an yang bernilai sastra tinggi di lingkungan yang sangat menghargai sastra budaya pada saat itu merupakan bukti bahwa melalui budaya masyarakat mudah menerima ajaran-ajaran Islam. Begitu juga dalam menetapkan hukum atas sesuatu, beliau tidak menghilangkan budaya yang ada, melainkan hanya meluruskan hingga sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.

Walisongo pelopor dakwah dengan seni dan sastra budaya di Jawa
Rupanya, metode dakwah tersebut telah diterapkan oleh Walisongo dalam syiar Islam di Jawa. Walisongo adalah sejumlah guru besar atau ulama’ yang berjumlah sembilan yang diberi tugas untuk dakwah islamiyah di wilayah tertentu. Walisongo mencapai sukses besar dalam syiar Islam di tanah Jawa ini. Selain ahli dalam bidang keagamaan, Walisongo juga ahli dalam seni dan sastra budaya, khususnya sastra pesantren. Dalam penyebaran agama Islam Walisongo juga memasuki ranah-ranah seni dan budaya masyarakat. Mereka gemar dengan kebudayaan dan sastra daerah. Walisongo menciptakan syair-syair atau puisi dan tembang-tembang atau lagu dengan memasukkan ajaran Islam di dalamnya dalam berdakwah. Karya-karya beliau di bidang seni dan satra budaya antara lain:

1. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik.
Beliau termasuk salah satu dari Walisongo yang menyiarkan agama Islam di Gresik. Setelah kerajaan Majapahit lenyap dari sejarah, munculah kerajaan Demak yang dipimpin oleh para Sultan yang didukung oleh para Wali, salah satunya ialah Maulana Malik Ibrahim. Beliau juga berpartisipasi dalam penyempurnaan bentuk dan lakon wayang agar tidak bertentangan dengan agama Islam.

2. Maulana Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang.
Sunan Bonang termasuk Walisongo yang sukses dalam menyiarkan agama Islam. Beliau menggunakan seni dan budaya sebagai perantara dakwah Islamiyah. Diantara sumbangan beliau dalam seni dan sastra budaya adalah dakwah melalui pewayangan, menyempurnakan instrumen gamelan terutama bonang, kenong dan kempul, menciptakan tembang Macapat dan suluk Wujil. Di dalam suluk Wujil berisi tentang ilmu kesempurnaan hidup dan mistik.

3. Syarifudin atau Sunan Drajat.

Sunan Drajat menjadi juru bicara rakyat yang tertindas dan beliau mengecam elite politik yang hanya mengejar kekuasaan demi kepentingan pribadi. Beliau juga berdakwah melalui sastra budaya. Diantara karyanya adalah tembang Pangkur, yang menghendaki keselarasan jasmani rohani, dunia akhirat untuk memperoleh kesejahteraan hidup.

4. Raden Mas Syahid atau Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga merupakan wali yang paling populer di mata orang Jawa. Di antara karya-karya beliau dalam berdakwah adalah tiang Masjid Demak yang terbuat dari tatal, gamelan Naga Wilanga, gamelan Guntur Madu, gamelan Nyai Sekati, gamelan Kyai Sekati, wayang kulit Purwa, baju takwa, kain balik, tembang Dhandhanggula dan syair-syair pesantren. Di dalam tembang Dhandhanggula tergambar makna-makna kehidupan.

5. Jaka Samudra disebut juga dengan Raden Paku Atau Sunan Giri.
Sunan Giri adalah murid dari Sunan Ampel. Selain berdakwah dengan sastra budaya, beliau juga mendirikan Pesantren Giri di Gresik. Karya-karya beliau diantaranya permainan Jetungan, Jemuran, Gula Ganti, Cublek-cublek Suweng, tembang Asmaranda, tembang Pucung dan Ilir-ilir yang sampai sekarang masih sering kita dengarkan. Tembang Ilir-ilir menyuruh kita untuk menggunakan kesempatan hidup di dunia untuk mempersiapkan bekal guna di hari akhir kelak.

6. Jakfar Shadik atau sunan kudus.
Sunan Kudus adalah salah satu Walisongo yang bertugas melakukan syiar Islam di sekitar daerah Kudus, Jawa Tengah. Dalam berdakwah beliau menciptakan karya sastra budaya berupa Tembang Maskumambang dan Tembang Mijil.

7. Raden Umar Said atau Sunan Muria.
Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga. Beliau disebut Sunan Muria karena wilayah syiar Islamnya meliputi lingkungan Gunung Muria. Karya sastra budaya Sunan Muria sebagai dakwah antara lain Tembang Sinom dan Tembang Kinanti.

8. Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.
Beliau merupakan peletak pondasi agama Islam di daerah Jawa Barat. Meskipun beliau tidak menciptakan karya sastra budaya, beliau turut aktif mendukung sastra dan budaya di kerajaan Demak. Karena Sultan Trenggono raja ketiga Demak mengawinkan adik putrinya, Putri Demak dengan Syarif Hidayatullah.

9. Raden Rakhmat atau Sunan Ampel.
Selain berpartisipasi dalam bidang sastra budaya sebagai media dakwah, beliau juga mendirikan sebiah pesantren di Ampeldenta Surabaya. Di pesantren inilah berkembang pesat dakwah meliau melalui sastra pesantren. Diantara sastra pesantren yang masih sering kita lantunkan adalah singiran Tombo Ati. Singiran Tombo Ati berisi tentang butir lima dalam kehidupan masyarakat sebagai obat gelisah.
Melalui tembang-tembang tersebut Walisongo mampu meraih hati dan jiwa masyarakat untuk mamahami serta melakukan ajaran-ajaran Islam. Walisongo tidak pernah memaksa dalam bersyiar Islam. Mereka berbaur kedalam masyarakat dan di tengah keakraban merekalah Walisongo memasukkan ajaran-ajaran Islam melalui sendi-sendi humaniora dan budaya masyarakat. Dalam Al-Qur'an surat An-Nahl [16] ayat 125 dijelaskan: ”Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran baik. Dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik...”
Kebudayaan jawa yang saat itu (sebelum Walisongo datang) bertentangan dengan Islam sebenarnya telah dibantah oleh Walisongo. Pembantahan Walisongo pada kebudayaan tersebut tidak serta merta mengecam dan menolak melainkan dengan cara halus dengan mengarahkan kebudayaan tersebut sedikit demi sedikit agar tidak bertentangan dengan Islam.

Wajah dakwah kaum muslimin saat ini
Adapun yang kita dapati sekarang, dakwah kaum muslimin terkesan mencaci maki. Tak jarang kita jumpai dalam pendidikan maupun khutbah-khutbah keagamaan sang guru ataupun khotib menjelek-jelekkan umat beragama. Bahkan amat mudah lidah mereka mengkafirkan sesama muslim yang berbeda haluan/mazhab. Bagaimana mungkin kita menerima dakwah seorang dai jika ia mencaci maki dan mengolok-olok kita ketika berusaha mendekati mereka. Tak heran jika orang non-muslim berpandangan bahwa islam itu agama kekerasan. Mendekati saja sulit, apalagi memasukinya.
Saat ini, para khotib dalam berkhutbah berlandaskan pada kepentingan golongan sendiri. Mereka berkhutbah lebih menekankan pada penguatan madzhab atau aliran yang mereka anut, tidak berusaha untuk mengajak umat kepada penghormatan atas identitas masing-masing dan persaudaraan yang kuat. Dengan demikian orientasi atau tujuan dakwah itu sendiri semakin kabur.
Beberapa kelompok yang ingin melakukan tajdid (pembaharuan) seperti tak ingat bagaimana awal mula penyebaran Islam di Indonesia. Mereka hanya menganggap bahwa semua yang tidak sesuai dengan ajaran Islam mereka adalah jelek, buruk.
Kesembilan Wali dalam Walisongo patut kita hormati dan kita agungkan atas keberhasilan mereka dalam bersyiar Islam, khususnya di Jawa. Sudah cukup terbuktilah bahwa berdakwah Islamiyah melalui seni dan budaya akan membuahkan hasil yang lebih baik. Selama ini model-model dakwah sebagian kaum muslimin terkesan menafikan seni dan budaya masyarakat, sehingga sulit sekali memasuki ranah-ranah kehidupan sosial masyarakat. Kebenaran dari filsafat dan ilmu akan melahirkan cipta, rasa, dan karsa manusia yang diwujudkan berupa seni serta bahasa dan sastra sehingga terciptalah sebuah kebudayaan sebagai pembentuk sebuah peradaban. Tanpa menyentuh keseluruhan mekanisme tersebut sulit sekali untuk mengajak umat manusia kepada ajaran-ajaran agama Islam.
Pada tahun-tahun terahir ini, kebanyakan da’i cenderung melupakan faktor budaya dalam masyarakat. Seharusnya yang mereka lakukan adalah meninjau kembali hubungan antara budaya masyarakat setempat dengan dakwah Islam. Pada dasarnya materi kemasyarakatan harus mencerminkan tiga hal pokok.
Pertama, memadukan ide-ide dakwah keislaman yang sesuai dengan budaya kontemporer sehingga dapat meningkatkan gairah generasi muda untuk mengetahui hakikat-hakikat ajaran islam melalui partisipasi positif mereka. Dakwah seharusmnya tidak dilakukan di masjid atau majlis ta’lim saja. Namun para da’i harus turun langsung ke masyarakat, dan menyentuh semua golongan dan generasi muda maupun tua. Dakwah kita seharusnya dilakukan dengan berusaha memposisikan diri kita sebagai bagian dari mereka, bukannya menempatkan diri kita diluar mereka seraya berkata bahwa ini haram, itu haram.
Kedua, arah dakwah Islam harus ditujukan pada pembangunan masyarakat luas, terutama dibidang sosial, ekonomi, dan budaya. Kita bisa membayangkan bahwa dakwah yang teoritis dan tidak berdasarkan pemahaman atas kondisi masyarakat tidak akan diterima oleh masyarakat. Seharusnya para dai menunjukkan relevansi ajaran Islam dengan sektor riil kehidupan mereka. Contohnya, dai menunjukkan bahwa Islam memperhatikan ekonomi, dan malah menyarankan sistem bisnis yang menguntungkan.
Ketiga, dakwah Islam harus diarahkan untuk mewujudkan kerja sama antar pemeluk agama tanpa mengabaikan identitas masing-masing. Pemahaman terhadap kondisi masyarakat sangat diutamakan dalam hal ini, dari golongan apa mereka? Orang  kelas bawah, menengah atau kelas atas, masing-masing mempunyai pendekatan yang berbeda dan tidak bisa disama ratakan. Dakwah Islam harus berperan sebagai jembatan penghubung antara ajaran Islam yang adiluhung dengan budaya masyarakat yang unik.
Dakwah dengan budaya merupakan contoh dakwah bil hal yang menekankan pada pendalaman dan penghayatan akidah serta etika keislaman yang sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat. Dakwah dengan budaya dapat menguatkan kemampuan individu maupun masyarakat serta memelihara identitas mereka. Kita tahu bahwa sebagian masyarakat terutama generasi muda saat ini enggan menerapkan etika Islam. Dakwah bil hal dengan budaya berarti memperkenalkan budaya Islam kepada segenap kaum muslim, bahwa Islam tidak serta merta menghapus dan menafikan budaya mereka, sehingga mereka mau dan bangga mengakui identitasnya sebagai seorang muslim.
Para dai fundamental sering mengutuk tingkah generasi muda dan budaya yang ada di Indonesia, mengajarkan idealisme tentang bagaimana Islam datang sebagai rahmat untuk seluruh alam dan karena itu semua muslim wajib menerapkan budaya Islam yang berasal dari Timur Tengah dalam dakwah bil lisan yang sering mereka dengung-dengungkan. Tetapi, sangat disayangkan, isi dakwah tersebut tidak dapat menyentuh segi kehidupan nyata kaum muslim saat ini. Mereka tidak pernah menyadari bahwa yang terpenting adalah bersikap Islami, bukannya berpenampilan Islam. Masih banyak kita jumpai kaum muslim yang enggan menerapkan etika Islam karena ajaran tersebut tidak pernah menyentuh aspek budaya saat ini. Selain itu keengganan lainnya juga disebabkan karena ajaran Islam selama ini hanya mementingkan aspek ibadah ritual (ibadah murni) saja, sedangkan aspek budayanya kurang tersentuh. Kalaupun disentuh dan dilaksanakan, maka hanya dilakukan secara individual dan tidak secara kolektif.
Penggunaan budaya sebagai sarana dakwah bil hal diharapkan menunjang segi-segi kehidupan masyarakat sehingga pada akhirnya ajaran Islam dapat dirasakan membumi. Dengan demikian cita-cita sosial yang diimpikan oleh kaum muslimin dapat tercapai. Wallahu a’lam.

Related Posts:

Makalah Dakwah sebagai Ilmu

Dakwah Sebagai Ilmu
1. PENDAHULUAN
            Dalam sejarah tentang ilmu dakwah disebut bahwa dakwah adalah hal yang memang ada sejak dahulu khususnya pada zaman kenabian. Para nabi sendiri mengajak para manusia dengan cara berdakwah. Bahkan nabi muhamad SAW menggunakan dakwah untuk menyebarkan agama islam. Walaupun dakwah sudah dikenal dari zaman dahulu namun tidak serta merta memunculkan ilmu dakwah. Ilmu dakwah dalam ukuran sekarang ini termasuk ilmu yang baru. Disini akan menjelaskan tentang ilmu dakwah. Dalam memperkokoh posisi dakwah maka ilmu yang mendukung seperti  : psyikologi, komunikasi, dan antropologi adalah ilmu yang sudah mapan yang dapat membantu dalam memperkokoh posisi dakwah. Dalam pembahasn makalh ini akan mencoba memberikan uraian tentang dakwah sebagai ilmu.[1]
 PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
A. Ilmu Dakwah
            Ilmu dakwah adalah sejumlah tentang proses upaya mengajak manusia kejalan Allah yang tersusun secara sistematis ,logis, hasil pemikiran manusia dan objektif. Dakwah yang mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk tulisan,tingkah laku yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lainbaik secara individu maupun kelompok, agar supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran sikap penghayatan serta pengamalan terhadap ajaran  agama sebagai pesan yang disampaikan kepadanya tanpa unsur unsur paksaan.
B. Ilmu Lain
1. Pesikologi
            Pesikologi terdiri dari 2 macam kata psyce yang berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Maka dapat disimpulkan bahwa ilmu pesikologi adalah ilmu pengetahuan tentang jiwa. Pesikologi sebagai ilmu tidak lepas dari segi perkembangan dari segi pesikologi itu sendiri serta ilmu-ilmu yang lain sesuai dengan perkembangan dan perubahankeadaan.

2. Ilmu Komunikasi
            Ilmu komunikasi adalah teori keilmuan tentang cara menyampaikan pesan kepada sasaran efektif dan efisien. Komunikasi merupakan suatuproses hubungan antar individu atau organisasi dalam menyampaikan informasi dengan menggunakan lambang- lambang yang sudah saling dimengerti dan disetujui.
3. Antropologi
            Adalah suatu ilmu yang bertujuan mempelajari dan kebudayaan dengan maksud untuk mendapat suatu pengertian tingkat- tingkat kuno dalam sejarah evolusi dan sejarah penyebaran kebudayaan manusia.[2]  

11. HUBUNGAN ILMU DAKWAH DENGAN ILMU LAIN
A. Hubungan ilmu dakwah dengan pesikologi
            Pesikologi mempelajari tingkah laku manusia yang berhubungan dengan likungannya, karena itu lingkungan berperan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu dakwa mempunyai hubungan yang sangat erat pula dengan lingkungan tersebut. Dalam ruang lingkup pembahasan dalam proses kegiatan dakwah dan pesikologi mempunyai sama sama sasaran yaitu adalah manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, disinilah adanya hubungan atau antara hubungan dan pengaruh mempengaruhi antar pesikologi dan dakwah mempunyai titik perhatian kepada pengetahuan tentang tingkah laku manusia dalam hidupnya melalui latar belakang pesikologi.[3]
B. Hubungan Ilmu Dakwah Dengan Ilmu Komunikasi
            Komunikasi merupakan proses dari hubungan antar individu atau organisasi dalam menyampaikan informasi dengan menggunakan lembaga lembaga dan sudah saling dimengerti dan saling disetujui.sehingga didalamnya terkandung maksud bahwa hasil komunikasi adalah dihasilkannya pertukaran maksud, dan adanya perolehan tanggapan yang tepat. Ilmu komunikasi juga memeiliki perangkat teori tentang media komunikasi, pola pola komunikasi yang sesungguhnya dapat diadopsi kedalam keilmuuan dakwah. Antar dakwah dengan ilmu komunikasi terdapat kesamaan dalam beberapa segi, juga perbedaan dalam cara dan tujuan yang dihasilkan dalam proses masing-masing. Komunikasi dalam hal ini memiliki sifat netral secara keilmuan dalam hasil yang diinginkannya.
            Dakwah memiliki tujuan yang sifatnya absolute, sementara komuninkasi tidak dalam hal ini dakwah ditinjau dari segi komunikasi merupakan suatu proses penyampaian penyampaian pesan berupa ajaran islam yang disampaikan lewat media terutama televise agar komunikasi dapat mengamalkan sesuai dengan yang disampaikan oleh si pendakwah. Seperti contoh para ulama’ yang sekarang popular di media, mereka berhasil tidak hanya di karenakan kemampuan agamanya yang baik namun juga diikuti oleh kemampuan komunikasi yang baik dari segi teori dan cara atau metode yang mereka pakai.[4]
C. Hubungan Ilmu Dakwah Dengan Antropologi
            Kajian pola dakwah disertai dengan kajian kajian pendekatan unsure tradisional dan juga kepercayaan untuk bisa lebih dikembangkan kepangkuan tradisi yang lebih ke islaman. Pada waktu lampau orang tidak mengenal nasionalis dan religius  dikarenakan mereka bberfaham kesukuan,, tetapi telah terganrikan oleh para kehidupan . pentingnya kehidupan sosial dengan tataan kepemimpinan yang mapan dan logis. Disinilah kemudian pentingnya perekatan rasa nasionalisme dan religius. Antropologi lebih mengarah pada berlangsungnya pencarian sosial cultural bangsa dan suku.Dalam hal ini mengapa ada hal khusus dalam hal dakwah, sebab transformasi sosial cultural itu sangat mengejutkan pada masyarakat yang kurang paham agama islam. Tentunya ada gerakan ilmu dakwah ini dapat berpengaruh bahwa asimilasi tradisi bagi bangsa dan suku diharapkan akan muncul akulturasi tradisi islam.
            Adanya asimilasi gerakan dakwah tersebut rasa kebersamaan dan rasa kebangsaan cepat tumbyh dan akan membentuk bersama sebuah umat yaitu umat manusia sebagai wujud rahmatal lil alamin.

  KESIMPULAN
            Ilmu dakwah mempunyai hubungan dengan ilmu lain dikarenakan mempunyai kesamaan, dengan ilmu yang lainnya, dan sangat mendukung dan dibutuhkan oleh ilmu dakwah. Demikian makalah yang bisa kami paparkan, dalam makalah ini pasti terdapat ketidak sepahaman untuk itu kami minta maaf.

 DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Anas, Paradikma Dakwah Kontemporer, PT. Pustaka Rizki Putra Semarang, 2006
Koetjaraningrat, Pengamat Ilmu Antropologi, PT.Rineka Cipta, Jakarta, 1990
Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah, Pustaka Pelajar, Semarang, 2003
Prof. HM. Arifin, M.Ed, Pesikologi dakwah Suatu Pengantar Studi, Bumi Aksara , Jakarta,1997


[1] Ahmad Anas, Paradikma Dakwah Kontemporer, PT. Pustaka Rizki Putra Semarang, 2006
[2] Koetjaraningrat, Pengamat Ilmu Antropologi, PT.Rineka Cipta, Jakarta, 1990
[3] Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah, Pustaka Pelajar, Semarang, 2003
[4] Prof. HM. Arifin, M.Ed, Pesikologi dakwah Suatu Pengantar Studi, Bumi Aksara , Jakarta,1997

Related Posts:

Makalah Hadist Muhtalif

Hadis Mukhtalif
Pendahuluan

Hadis adalah sumber hukum kedua bagi umat Islam. Kedudukannya merupakan penjelas bagi al-Quran. Umat Islam tidak bisa menerapkan ajaran dari al-Quran tanpa petunjuk secara rinci dari hadis. Berbagai ibadah utama dalam Islam perintahnya ada dalam al-Quran, seperti shalat, puasa, zakat dan lain-lain. Perintah itu berbentuk umum, sementara hadis datang dengan rincian yang jelas. Hadis sangat diperlukan untuk dapat mengamalkan ajaran Islam secara sempurna. Ibadah shalat lima waktu perintahnya dalam al-Qur’an, teknis pelaksanaanya hadis yang menjelaskan. Pengamalan perintah al-Quran tidak bisa terlepas dari hadis.

Hadis Nabi Muhammad yang sampai pada kita hari ini banyak jumlahnya. Tidak semuanya hadis Nabi itu dapat kita terima secara mutlak. Hal ini disebabkan hadis Nabi tersebut masih terbagi ke dalam berbagai bentuk hadis; seperti hadits mutawatir, sahih, hasan dan dhaif serta maudhu’. Untuk sebagai hujjah, hanya hadits mutawatir, sahih dan hasan yang bisa dipedomani. Ke tiga hadis ini adalah maqbul, diterima sebagai hujjah.

Tentunya kita sepakat bahwa hadis yang dapat dijadikan sebagai hujjah adalah hadis yang termasuk kategori maqbul. Namun hadis maqbul tidak dapat diterima begitu saja karena pada hadis maqbul terdapat persoalan-persoalan yang meragukan untuk dijadikan sebagai hujjah dalam menyelesaikan masalah. Persoalannya adalah terdapatnya pada hadis maqbul riwayat-riwayat yang antara satu dengan yang lainnya tampak saling bertentangan artinya menyangkut masalah yang dihadapi tersebut disatu pihak ditemukan hadis dengan ketentuan hukum yang membolehkan atau bahkan memerintahkan. Sedangkan dipihak lain ditemukan pula hadis dengan ketentuan hukum yang melarang.

Adanya hadis-hadis mukhtalif (bertentangan) menyangkut suatu masalah tertentu, secara praktis, hal ini dapat menimbulkan kebingungan dalam mengambil kepastian ajaran ( ketentuan hukum) yang mengatur masalah tersebut, yang manakah di antaranya yang harus diikuti dan diamalkan - seperti, yang memerintahkan atau yang melarang - apabila cara-cara penyelesaian dari pertentangan-pertentangan yang tampak di antara hadis-hadis tersebut tidak diketahui dengan baik. Supaya kita tidak terjebak di dalam memahami hadits yang kelihatannya bertentangan, maka kita perlu membahas suatu kajian hadis yaitu hadis mukhtalif dan penyelesaiannya. Dalam makalah ini dibahas pengertian hadis mukhtalif, sebab terjadinya hadis mukhtalif, urgensi ilmu mukhtalif hadis, dan metode penyelesaian hadis mukhtalif.
Hadis Mukhtalif
A. Pengertian Hadis Mukhtalif
Secara etimologi adalah isim faa’il yang bisa diidhafatkan dengan isim lainnya (dalam hal ini hadis) yang berasal dari kata kerja yang berarti (menjadikan sesuatu berada di belakangnya atau dengan makna lain menjadikan sesuatu bertolak belakang dengannya). Pengertian secara terminology, dapat dikemukakan beberapa pendapat ulama hadis, di antaranya:
1. Pendapat al- Nawawi yang dikutip oleh al-Suyuthiy 
Artinya : hadis-hadis mukhtalif ialah dua buah hadis yang saling bertentangan pada makna lahiriahnya ( namun makna sebenarnya bukanlah bertentangan, untuk mengetahui makna sebenarnya tersebut) maka keduanya dikompromikan atau ditarjih ( untuk mengetahui mana yang kuat di antaranya).



2. Pendapat al- Tahanuwiy menjelaskan bahwa:

 Artinya: dua buah hadis ( sama-sama dalam kategori) maqbul yang saling bertentangan pada makna lahiriahnya (namun sebenarnya bukanlah bertentangan karena) maksud yang dituju oleh satu dengan lainnya dapat dikompromikan dengan cara yang wajar (tidak dicari-cari).



3. Pendapat Edi Safri, menjelaskan bahwa:

Hadis-hadis mukhtalif adalah hadis sahih atau hadis hasan yang secara lahiriah tampak saling bertentangan dengan hadis sahih atau hadis hasan lainnya. Namun makna yang sebenarnya atau maksud yang dituju oleh hadis-hadis tersebut tidaklah bertentangan karena satu dengan lainnya sebenarnya dapat dikompromikan atau dicari penyelesaiannya dalam bentuk nash atau tarjih. 

Dari berbagai pengertian hadis mukhtalif di atas dapat dipahami bahwa hadis mukhtalif adalah dua buah hadis yang sama-sama maqbul (hadis shahih atau hadis hasan) yang tampak secara lahiriah bertentangan namun sebenarnya bukanlah bertentangan dan penyelesaianya dapat dikompromikan atau ditarjih.



B. Sebab terjadinya hadis Mukhtalif

Nabi Muhammad adalah sumber ilmu bagi sahabat. Beliau sering diminta petunjuknya dalam kehidupan sehari-hari oleh sahabat. Hal ini berlangsung selama kehidupan Nabi. Segala persoalan sahabat beliau berikan penyelesaian dengan tuntas. Nasehat yang diberikan kepada seseorang kadangkala belum dipahami secara penuh oleh sahabat. Di samping itu sahabat juga mengamati perbuatan rasul dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian sahabat melihat perbuatan rasul dalam kaitannya dengan sebuah ibadah sekilas bertentangan dengan hadis yang disampaikannya dengan lisan. Sehingga pemahaman yang tidak secara komprehensif ini menjadikan dua buah hadis dalam tema yang sama seolah bertentangan.


C. Syarat-syarat terjadinya hadis Mukhtalif

1. Hadis lebih dari satu

2. Sama-sama hadis maqbul

3. Konstek hadis dalam persoalan yang sama

4. Hadis-hadis tersebut secara lahiriah bertentangan
5. Dapat dikompromikan sehingga ke duanya dapat diamalkan. 

D. Ilmu Mukhtalif al-Hadits
Kajian tentang masalah-masalah yang menyangkut dengan hadis-hadis mukhtalif ternyata telah melahirkan suatu cabang ilmu dalam disiplin ilmu hadis yang disebut ilmu Mukhtalif hadis.
‘Ajjaj al-Khatib mendefenisikan ilmu Mukhtalif al-Hadis ini sebagai:
Artinya: Ilmu yang membahas hadis-hadis yang tampaknya saling bertentangan, lalu menghilangkan pertentangan itu atau mengkompromikannya, di samping membahas hadis yang sulit dipahami atau dimengerti, lalu menghilangkan kesulitan itu dan menjelaskan hakikatnya.

Menurut Zulhedi, ilmu mukhtalif hadis adalah teori atau cara-cara yang dirumuskan oleh para ulama untuk menyelesaikan hadis-hadis yang secara lahiriah tampak saling bertentangan agar dapat ditemukan pengkompromianya atau penyelesaianya sehingga maksud sebenarnya yang dituju oleh hadis-hadis itu dapat dipahami dengan baik. 
Jadi dengan demikian ilmu mukhtalif hadis merupakan salah satu cabang ilmu hadis yang perlu diketahui oleh semua golongan ulama karena ilmu ini memiliki fungsi sebagai alat panduan bagi seseorang dalam memahami hadis-hadis Rasulullah. Hal ini dapat membantu terhindarnya ulama dari kekeliruan dan kesalahan dalam memahami ajaran-ajaran yang dikandung oleh hadis-hadis mukhtalif.
Sebagai salah satu cabang ilmu hadis, ilmu mukhtalif hadis tidaklah berdiri sendiri. Dengan demikian terdapat ilmu-ilmu lain yang mempunyai hubungan erat dengan ilmu mukhtalif hadis, yaitu:
1.Ilmu Gharib Hadis, yaitu ilmu yang mempelajari kata-kata yang sulit dipahami maknanya
2. Ilmu asbab Wurud al-Hadis, yaitu ilmu yang mempelajari sebab-sebab yang melatarbelakangi muncul suatu hadis
3.Ilmu Nasikh al-Hadis wa Mansukh, yakni ilmu untuk mempelajari mana hadis yang telah di-nasakh-kan (mansukh) dan mana yang me-nasakh-kan (nasikh).
4.Ilmu Fiqh dan Ilmu Ushul Fiqh 

Untuk menguasai ilmu hadis mukhtalif dengan baik, ilmu pembantu di atas haruslah dikuasai dengan baik. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami hadis rasulullah, sehingga dapat memberikan penjelasan kepada masyarakat.
Menurut ‘Ajjaj al-Khatib para Ulama telah memberikan perhatian yang serius terhadap ilmu Mukhtalif al-Hadis sejak masa sahabat. Mereka melakukan ijtihad mengenai berbagai hukum, memadukan antar berbagai hadis, menjelaskan dan menerangkan maksudnya. Kemudian generasi demi generasi mengikuti jejak mereka, mengkompromikan antar hadis yang tampak saling bertentangan dan menghilangkan kesulitan dalam memahaminya. Bukti dari keseriusan ulama tentang masalah ini, mereka telah menulis karya-karya dalam bidang ini. Di antara karya-karya yang terpopuler dalam bidang ini adalah:
1. Ikhtilaf al-Hadis karya Imam Muhammad Ibn Idris asy-Syafi’i (150-204 H)
2. Ta’wil Mukhtalif al-Hadis karya Imam al-Hafidz Abdullah Ibn Muslim Ibn Qutaibah ad-Dainuri (213-276 H)
3. Musykil al-Atsar karya Imam al-Muhaddis al-Faqih Abu Ja’far Ahmad Ibn Muhammad ath- Thahawiy ( 239-321 H )
4. Musykil al-Hadis wa Bayanuhu karya Imam al-Muaddis Abu Bakar Muhammad Ibn al-Hasan (Ibn Furak) al- Anshari al- Ashbahaniy yang wafat tahun 406 H.

E. Metode Penyelesaian Hadis Mukhtalif
Metode penyelesaian Hadis mukhtalif adalah cara atau tata kerja ilmu Mukhtalif Hadis dalam menyelesaikan permasalahan yang terdapat di dalam hadis-hadis mukhtalif. Ada beberapa cara kerja ilmu Mukhtalif Hadis ini, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh para ulama di bawah kepeloporan Imam asy-Syafi’i. 
Imam asy-Syafi’I telah menetapkan suatu kaidah dalam ilmu Mukhtalif al-Hadis yang selanjutnya diikuti oleh para ulama lainnya. Kaidah tersebut berbunyi:
Artinya: Janganlah sekali-kali mempertentangkan hadis-hadis Rasulullah yang satu dengan hadis yang lainnya selama mungkin ditemukan jalan ( untuk mengkompromikannya) agar hadis-hadis tersebut dapat sama-sama diamalkan. Jangan terlantar suatu hadis disebabkan hadis lainnya karena kita punnya kewajiban yang sama untuk mengamalkan masing-masingnya. Oleh karena itu jangan jadikan (nilai) hadis-hadis sebagai pertentangan kecuali apabila tidak mungkin diamalkan selain harus meninggalkan salah satunya. 

Hal ini dilakukan berdasarkan suatu prinsip bahwa tidak mungkin Rasul menyampaikan suatu ajaran (hadis-hadis) yang antara satu dengan yang lainnya bertentangan. Jika bertemu dua buah hadis saling bertentangan, maka akan ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, ada kekeliruan di dalam menilai hadis, mungkin saja salah satu di antaranya bukanlah hadis maqbul. Kemungkinan ke dua, barangkali di antara hadis-hadis ini adalah hadis ghair al-ma’mul ( hadis yang tidak diperintahkan untuk mengamalkannya). 
Jika ketemu dua buah hadis yang termasuk dalam kategori maqbul sementara keduanya kelihatan bertentangan, ulama hadis memberikan alternatif penyelesaian, di antaranya adalah:
1. Menurut Imam Suyuti, penyelesaiannya adalah:
a. Mengkompromikan kedua dalil yang berlawanan
b. Mentarjih salah satu dalil bila kompromi tidak mungkin dilakukan 


2. Menurut Muhammad Thahhan penyelesaiannya adalah:

a. Dilakukan kompromi antara keduanya jika mungkin dilakukan

b. Bila kompromi tidak mungkin, dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:

1. Bila diketahui salah satunya nasikh, maka didahulukan dan diamalkan yang nasikh, sedangkan yang mansukh ditinggalkan.

2. Jika tidak diketahui adanya nasikh, maka ditarjih salah satunya dengan metode tarjih yang lazim dipakai
3. Kalau tarjih tidak dapat dilakukan, maka ditangguhkan beramal dengan hadis mukhtalif itu sampai ditemukan adanya dalil yang lebih kuat. 


3. Menurut asy-Syafi’i sebagaimana dijelaskan dalam tulisan Edi Safri, bahwa penyelesaiannya adalah:

a. Penyelelesaian dalam bentuk kompromi

b. Penyelesaian dalam bentuk nasakh

c. Penyelesaian dalam bentuk tarjih



Pendapat di atas pada dasarnya sama, bahwa metode penyelesaian Hadis Mukhtalif dapat dilakukan dengan bentuk kompromi, jika tidak mungkin dengan kompromi dilakukan nasakh, kalau nasakh tidak dapat maka dilakukan tarjih. Berikut ini akan dibicarakan satu persatu metode penyelesaian hadis Mukhtalif.

1. Penyelesaian dalam bentuk kompromi

Maksud dari penyelesaian dalam bentuk kompromi (al-jam’u wa al-taufiq) ini adalah penyelesaian dengan cara menelusuri titik temu kandungan makna masing-masing sehingga maksud sebenarnya yang dituju oleh hadis-hadis itu dapat dikompromikan. Dengan kata lain, mencari pemahaman yang tepat tentang hadis-hadis yang menunjukkan kesejalanan dan keterkaitan makna sehingga masing-masingnya dapat diamalkan sesuai dengan tuntunan. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara:

a. Menggunakan kaidah ushul

Penyelesaian berdasarkan pemahaman dengan pendekatan kaidah ushul adalah memahami hadis-hadis Rasulullah dengan memperhatikan dan mempedomani ketentuan atau kaidah-kaidah ushul terkait yang telah dirumuskan oleh para ulama (ushul al-Fiqh). Hal ini sangat perlu mendapat perhatian sebab masalah bagaimana harusnya memahami maksud hadis atau mengistinbath-kan hukum-hukum yang dikandungnya dengan baik, merupakan masalah yang menjadi objek kajian dari ilmu ushul. 
Di dalam bahasa Arab ada ungkapan dengan redaksi yang umum untuk tujuan umum pula. Namun juga ada redaksi umum untuk maksud yang khusus. Pendekatan ini dirasakan sangat tepat karena pada umumnya persoalan yang muncul pada hadis-hadis semacam ini hannya menyangkut permasalahan ‘am (umum) dan khas (khusus) serta muthlaq dan muqayyad. 
Contoh masalah hadis zakat pertanian:
Artinya: Hadis dari Salim ibn Abdillah, dari Bapaknya dari Nabi SAW, Beliau bersabda, “Hasil pertanian yang diairi dengan air hujan dengan mata air atau genangan (sumber) air alami lainnya zakatnya sepuluh persen. Dan yang diairi (disirami) dengan menggunakan bantuan unta zakatnya lima persen.(HR. Bukhari)

Hadis dari Abu Sa’id al-Khudhariy
Artinya: Dari Nabi SAW, Beliau bersabda, “ Tidak ada wajib zakat pada hasil pertanian yang tidak mencapai lima wasq. (HR. Bukhari)

Penyelesaiannya
Hadis pertama mengatakan wajib zakat hasil pertanian secara umum, baik hasilnya banyak maupun sedikit tanpa ada perbedaan atau batasan. Hal ini tampak bertentangan dengan hadis ke dua yang menyatakan tidak ada wajib zakat pada hasil pertanian yang banyaknya tidak mencapai lima wasq. Penyelesaiannya adalah dengan mentakhsis-kan hadis pertama dengan hadis ke dua. Jadi umum hadis pertama diberlakukan terhadap hasil pertanian yang melebihi batasan yang disebut hadis ke dua (lima wasq ke atas). Dengan demikian, hadis-hadis tersebut dapat ditemukan pengkompromiannya dengan menarik suatu kesimpulan bahwa hasil pertanian yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah yang banyaknya mencapai lima wasq ke atas (berdasarkan hadis pertama). Dan tidak wajib zakat jika hasilnya tidak mencapai lima wasq (berdasarkan hadis ke dua) 

b. Penyelesaian berdasarkan pemahaman konstektual
Sebagian hadis-hadis Rasulullah muncul dengan dilatarbelakangi oleh peristiwa atau situasi tertentu yang lazim disebut dengan sabab wurud al-hadis. Dalam hal ini disebut dengan istilah konteks.
Pemahaman kontekstual yang dimaksud adalah memahami hadis-hadis Rasulullah dengan memperhatikan dan mengkaji keterkaitannya dengan peristiwa atau situasi yang melatarbelakangi munculnya hadis-hadis tersebut. 
Contoh: hadis pinang meminang.
1. Hadis dari Ibn Umar
Artinya: Dari ‘Abdullah ibn Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ Janganlah salah seorang kamu meminang pinangan saudaranya. (HR. Syafi’i)
2. Hadis dari Fatimah binti Qays: bahwa Rasulullah SAW bersabda :
Apabila engkau telah habis iddah, beritahulah aku”. Kata Fatimah, “ setelah habis iddahku, akupun memberitahu Rasulullah bahwa Muawiyah dan Abu Jahm meminangku.: Kata Rasulullah Muawiyah adalah laki-laki miskin, sedangkan Abu Jahm adalah laki-laki yang sering memukul istrinya. Oleh karena itu, nikahlah dengan Usamah ibn Zaid. Kata Fatimah, “ akan tetapi aku kurang senang kepadanya.” Kata Rasulullah lagi, “ Nikahlah anda dengan Usamah”. Kata Fatimah lebih lanjut maka akupun menikah denganya, Allah pun memberkahi perkawinan kami dan akupun bahagia denganya.
Penyelesaiannya
Dalam hadis pertama Rasulullah melarang meminang seseorang yang telah dipinang oleh orang lain. Akan tetapi hal ini tampak bertentangan hadis ke dua, sebab dalam hadis ke dua justru Rasulullah sendiri meminang Fatimah binti Qais untuk Usamah ibn Zaid, yang sebelumnya telah dipinang oleh Muawiyah dan Abu Jahm.
Penyelesaiannya perlu diketahui latar belakang munculnya ke dua hadis tersebut. latar belakang hadis pertama menurut Syafi’i, bahwa Rasul ditannya tentang seseorang yang meminang perempuan, pinangannya diterima oleh perempuan tersebut. akan tetapi datang lagi pinangan dari laki-laki lain yang ternyata lebih menarik perempuan dan ingin membatalkan pinangan pertama. Berdasarkan inilah Rasulullah mengatakan larangan meminang perempuan yang sudah dipinang oleh orang lain. Sedangkan hadis kedua konteksnya lain, Fatimah binti Qais dipinang oleh Mu’awiyah dan Abu Jahm tidaklah pada waktu yang bersamaan, melainkan ada yang dahulu dan ada yang kemudian. Dalam konstek ini Fatimah sebenarnya belum menerima pinangan ke dua laki-laki tersebut. Fatimah memberitahu bahwa ia dipinang oleh dua laki-laki mungkin saja ia maksudkan untuk minta nasehat pada Rasul.
Lalu dengan dipinangnya Fatimah oleh Rasul untuk Usamah menunjukkan bahwa keadaan Fatimah waktu itu tidak sama dengan keadaan yang dimaksud oleh hadis pertama. 
Dengan demikian jelaslah bahwa ke dua hadis di atas memiliki konteks yang berbeda. Dan tidaklah bertentangan ke dua hadis tersebut bila dilihat dari konteksnya, maka penyelesaianya dapat dikompromikan. Yakni larangan meminang atas pinangan orang lain, apabila pinangannya tersebut tidak atau belum diterima boleh dilaksanakan peminangan.

c. Penyelesaian berdasarkan pemahaman korelatif
Bentuk penyelesaian berdasarkan pemahaman korelatif ini maksudnya adalah dengan jalan mengkaji hadis-hadis mukhtalif yang tampak saling bertentangan itu bersama dengan hadis-hadis lain yang terkait dengan memperhatikan keterkaitan makna satu sama lain. Hal ini dilakukan agar pemahaman yang menyatakan bahwa hadis-hadis tersebut saling bertentangan itu dapat dipertemukan atau dikompromikan. 
Contoh: hadis waktu-waktu terlarang
1. Hadis dari Abu Hurairah
Artinya: dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW melarang shalat sesudah Ashar hingga matahari terbenam dan setelah shalat Subuh hingga terbit matahari.
 2. Hadis Ibn Umar
Artinya: Dari Ibn Umar sesungguhnya Rasulullah SAW besabda “ jangan ada di antara kamu yang berkeinginan melakukan shalat pada waktu terbit dan tenggelamnya matahari.
3. Hadis Ibn Musayyab
Artinya: Dari Ibn Musayyab bahwa Rasulullah SAW, “ Barang siapa yang lupa mengerjakan shalat, maka hendaklah segera ia laksanakan pada saat ia ingat, karena Allah SWT berfirman, Dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku”.
 4. Hadis dari Jubair Ibn Muth’im bahwasannya Nabi SAW bersabda, “ Wahai bani “Abd Manaf, barang siapa yang di antaramu yang menjadi pemimpin, maka sekali-kali jangan ia melarang seseorang melakukan tawaf di Baitullah dan melakukan shalat kapan ia mau, baik siang ataupun malam. 
Penyelesaiannya
Dalam hadis pertama dan kedua, Rasulullah melarang shalat pada waktu: 1) setelah selesai_ shalat Ashar sampai matahari terbenam.2) setelah selesai shalat subuh sampai matahari terbit.
Hadis ke tiga dan ke empat Rasulullah mengatakan boleh bagi seseorang mengerjakan shalat kapan saja siang maupun malam.
Menurut asy- Syafi’i maksud hadis larangan shalat di atas ada dua kemu ngkinan, apakah diberlakukan secara umum yakni terhadap shalat wajib dan shalat sunat. Ataukah diberlakukan secara khusus yakni salah satu dari di antaranya. Untuk mengetahuinya haruslah diperhatikan keterangan atau petunjuk dari Rasulullah. Artinya harus dilihat keterkaitannya dengan hadis lain. Seperti hadis dari Abu Hurairah, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, “ Siapa yang sempat melakukan satu rakaat shalat shubuh sebelum matahari terbit, maka ia telah dianggap telah melakukan shalat subuh tersebut (seluruhnya) dalam waktunya. Dan siapa yang sempat melakukan satu rakaat shalat Asar sebelum matahari terbenam, maka dia dianggap melakukan shalat Asar tersebut (seluruhnya) dalam waktunya. 

Jadi dapat dipahami bahwa seseorang yang hannya mendapatkan satu rakaat shalat subuh sebelum matahari terbit dan satu rakaat shalat Asar sebelum matahari terbenam, maka rakaat berikutnya dari shalat Subuh sudah pasti dilakukannya di kala matahari terbit. Demikian pula rakaat rakaat shalat Asar berikutnya, tentu dilakukan dikala matahari terbenam. Dengan dibiarkannya seseorang menyempurnakan shalat Subuh di kala matahari terbit dan menyempurnakan rakaat shalat Asar dikala matahari terbenam, bahkan seluruh shalatnya dianggap sebagai dalam waktu, maka hal ini dapat dijadikan petunjuk bahwa larangan shalat pada waktu-waktu yang disebut dalam dua hadis pertama dimaksudkan untuk diberlakukan secara khusus, yakni untuk shalat sunat bukan shalat wajib.

d. Penyelesaian dengan cara Takwil

Takwil berarti memalingkan lafal dari makna lahiriah kepada makna lain (yang lebih tepat) yang dikandung oleh lafal karena adanya qarinah yang menghendakinya. Hal ini berarti meninggalkan makna lahiriah suatu lafal karena dinilai tidak tepat untuk menjelaskan makna yang ditujukannya, dengan mengambil makna lain yang lebih tepat di antara beberapa kemungkinan makna yang dapat dipahami dari lafal tersebut. Pemalingan makna ini dilakukan karena adanya dalil yang menghendaki. 

Contoh hadis

1. Hadis dari Rafi’ ibn Khadij
Artinya: Dari Rafi’ ibn Khadij bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, “ Tunaikanlah shalat Subuh pada waktu Subuh sudah mulai terang ( sudah menyebarkan cahaya kuning-kuningan), karena melaksanakan pada waktu itu lebih besar pahalanya. 
2. Hadis ke dua dari Aisyah 

Artinya: Dari Aisyah dia berkata: “ mereka perempuan mukminat, biasanya melaksanakan shalat subuh bersama Rasulullah, kemudian (selesai shalat) mereka pulang sambil menyelimuti diri dengan kain yang mereka pakai. Tak seorangpun yang dapat mengenali mereka karena suasana masih gelap. 



Penyelesaiannya

Pertentangan yang tampak di antara hadis-hadis di atas ternyata melahirkan perbedaan di kalangan ulama tentang kapan sebenarnya waktu yang afdhal untuk menunaikan shalat tersebut. Imam Abu Hanifah dan sahabatnya serta kebanyakan ulama Irak berpendapat bahwa waktu afdhalnya adalah waktu al- Isfar. Sedangkan Imam al- Syafi’i, Malik, Ahmad dan lainnya berpendapat bahwa waktu afdhalnya adalah pada awal waktu subuh yang suasananya masih diwarnai oleh kegelapan penghujung malam.

Menurut al-Syafi’i penyelesaiannya adalah dengan menakwilkan hadis Rafi’ dan berpegang dengan hadis Aisyah karena dalam hal ini hadis Aisyah dinilainya mempunyai nilai lebih dibanding hadis Rafi’ untuk dijadikan hujjah. Keutamaan hadis ini karena mengandung makna yang lebih sesuai dengan Al-Qur’an dan juga didukung oleh riwayat sahabat yang lainya. Sedangkan hadis Rafi’ ditakwilkan oleh Syafi’i kepada makna lain yang lebih sesuai dengan makna hadis Aisyah sehingga ke duanya dapat dikompromikan. 
Dengan berupaya mencari makna lain dari hadis Rafi’ dengan jalan mentakwilkan, didapati kesamaan maksud dengan hadis Aisyah, bahwa shalat subuh mestilah dikerjakan diwaktu subuh.
2. Penyelesaian dalam bentuk Nasakh
Apabila dua hadis yang tampak bertentangan tidak dapat dilakukan penggabungan, maka dapat ditempuh dua jalan: (1) kemungkinan nasikh dan masukh dan (2) kemungkinan tarjih. Menurut bahasa kata nasakh mengandung arti menghilangkan (al-izalat), membatalkan (al-ibtal), menukar (al-tabdil), memalingkan (al-tahwil) dan memindahkan (al-naqlil). Sedangkan menurut istilah, nasakh adalah Syari’ mengangkat suatu hukum syari’ dengan menggunakan dalil syari’ yang datang belakangan. Hal ini dilakukan karena Nabi adakalanya menyampaikan suatu ajaran Islam di dalam suatu hadisnya, namun kemudian ajaran tersebut dihapuskan dengan hadis yang datang kemudian. Sebenarnya dalam hal ini Rasul memberikan penjelasan tentang setiap hadis yang dinasakh itu. Hannya saja, terkadang siperawi tidak mengetahui terjadi nasakh di antara hadis tersebut, dan perawi yang lain juga menerima hadis versi yang satunya lagi.
Apabila memang terjadi nasakh, maka hadis-hadis tersebut haruslah diselesaikan (dipahami) sesuai dengan ketentuan nasakh yaitu mengamalkan hadis yang datang belakangan ( nasikh) dan meninggalkan hadis yang datang terdahulu (mansukh). 
Contoh Hadis:
1. Hadis dari Syadad ibn Aws, 
Artinya: Dari Syadad Ibn Aws, dia berkata, “aku pernah bersama Nabi pada tahun memasuki kota mekah, Nabi melihat seseorang sedang berbekam, yakni pada hari ke delepan belas bulan Ramadhan. Sambil memegang tanganku beliau lantas bersabda, “ yang membekam dan yang dibekam batal puasanya”
2. Hadis dari Ibn Abbas 
 Artinya: Dari ibn Abbas bahwa Rasulullah SAW berbekam sedang ia dalam berilham lagi berpuasa.
Penyelesaian
Menurut as-Syafi’i pertentangan ke dua hadis tersebut sulit untuk dikompromikan karena itu ia menyelesaikannya dengan cara nasakh. Dalam hal ini hadis ibn Abbas berfungsi sebagai nasikh dan hadis Syaddad ibn Aws sebagai mansukh. Dengan demikian maka hadis ibn ‘Abbaslah yang harus dipegang dan diikuti sedangkan hadis Syaddad ibn Aws ditinggalkan. 
3. Penyelesaian dalam bentuk Tarjih
Tarjih dapat diartikan sebagai memperbandingkan dalil-dalil yang nampak saling bertentangan untuk dapat diketahui manakah di antaranya yang lebih kuat dibandingkan dengan yang lain. Jadi dalam kasus hadis-hadis mukhtalif yang tidak dapat dikompromikan dan diantaranya tidak terjadi nasakh, maka hadis-hadis tersebut diperbandingkan. Kualitas masing-masing hadis dikaji lebih jauh agar dapat diketahui manakah di antaranya yang lebih kuat dan lebih tinggi nilai hujjahnya dibandingkan yang lainnya.
Contoh Hadis
1. Hadis dari Aisyah
 Artinya: hadis dari Aisyah, bahwa seorang laki-laki pernah bertannya kepada Rasulullah, beliau ketika itu sedang berdiri di depan pintu dan aku ( kata Aisyah) mendengarkannya. Laki-laki itu berkata, “ Ya Rasulullah, aku junub sampai pagi hari, akupun ingin untuk terus berpuasa maka akupun mandi dan terus berpuasa pada hari itu.
2. Hadis dari Abu Hurairah
Artinya: “siapa yang junub sampai pagi hari, batallah puasanya pada hari itu. 

Penyelesaiannya
Dari hadis pertama dapat dipahami bahwa junub sampai pagi hari (setelah masuk imsak) tidaklah membatalkan puasa. Oleh karena itu, seorang yang junub sampai masuknya waktu imsak, atau sampai pagi hari puasa, ia dapat meneruskan puasanya pada hari itu sebagaimana biasanya. Akan tetapi hadis kedua secara tegas menjelaskan bahwa junub sampai pagi hari membatalkan puasa, jadi seseorang yang junub sampai masuk waktu imsak, puasanya hari itu batal karenanya.
Di antara dua hadis yang bertentangan di atas, menurut asy-Syafi’i hadis Aisyahlah yang harus dipegang dan diamalkan, bukan hadis Abu Hurairah. Hal ini didasarkan as-Syafi’i kepada hasil pentarjihannnya dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1. Hadis Aisyah nilai kompetensinya lebih tinggi karena ia adalah istri Rasulullah
2. Dari segi periwayatan, hadis Aisyah mempunyai periwayatan yang lebih banyak
3. Dari segi kandungan makna hadis Aisyah mengandung makna yang lebih rasional 
F. Kesimpulan
Hadis Nabi sebagai pedoman ke dua umat Islam mesti dipahami secara komprehensif. Dengan demikian dapat dihindari kesalahan di dalam memahami hadis. Tidak ada lagi tuduhan bahwa hadis Nabi memiliki makna yang bertentangan. Ulama telah berijtihad bahwa hadis yang kelihatannya bertentangan dapat diselesaikan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Dikompromikan antara ke dua hadis yang bertentangan sehingga kandungan makna atau maksud yang dituju hadis tersebut dapat diproleh titik temunya. Penyelesaian bentuk kompromi ini ada beberapa cara yang yang dapat ditempuh yakni:
a. Penyelesaian berdasarkan kaidah ushul
b. Penyelesaian berdasarkan pemahaman konstektual
c. Penyelesaian berdasarkan pemahaman korelatif
d. Penyelesaian dengan cara takwil
2. Bila penyelesaian dengan cara kompromi tidak dapat dilakukan, maka cara yang ditempuh dapat digunakan dalam bentuk nasakh
3. Jika penyelesaian secara nasakh tidak dapat dilakukan, maka cara lainnya adalah dengan bentuk tarjih.


Daftar Kepustakaan
Abdul al-Rahman bin Abu Bakar al-Suyuthi, Tadrib al-Raawi, (Madinah: Maktabah al-Ilmiyah, 1972)
Edi Safri, Al-Imam al-Syafi’i: Metode Penyelesaian hadis-hadis mukhtalif, (Padang: IAIN Imam Bonjol Press, 1999) 
Ibnu Manzur, Lisaan al-Arab, (Beirut: Dar al-Fikri, 1990),
Muhammad Ajjaj al-Khatib, Pokok-pokok Ilmu Hadis, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998)
Mahmud Thahhan, Taisir Musthalah al-Hadis, (Kuwait: Dar al-Turats, 1984
Zafar Ahnad Usmani al-Tahaanuwi, Qawaaid fi Uluum al-Hadis, (Beirut : Dar al-Salam, 1996)
Zulhedi, Memahami hadis-hadis yang bertentangan, (Jakarta: Nuansa Madani, 2001)


Related Posts:

Makalah Peran Guru BK dalam pelaksanaan bimbingan konseling


Peran Guru BK Dalam Pelaksanaan Program  Bimbingan Dan Konseling Peserta Didik

Peran Guru BK dalam Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konsaeling Peserta  Didik MTs Negeri Japah 2010 / 2011.
penelitian ini diharapkandapat menambah wacana bagi para guru-guru, khususnya guru BK dalam melihat fenomena-fenomena sosial anak didik, memberikan masukan penting kepada seluruh pihak sekolah bahwa bimbingan dan konseling tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak ada kerja sama yang baik dengan semua pihak sekolah, menambah wawasan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang bimbingan dan konseling di sekolah.
Adapun rumusan masalah yang diajukan adalah bagaimanakah pelaksanaan program bimbingan dan konseling peserta didik MTs Negeri Japah Kabupaten Blora 2010 / 2011 ? dan bagaimanakah peran guru BK dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling peserta didik MTs Negeri Japah Kabupaten Blora 2010 / 2011 ?
Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian kualitatif. Sedangkan batasan ruang lingkup penelitian ini adalah hanya sebatas pada pelaksanaan program bimbingan dan konseling serta peran guru BK dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling di MTs Negeri Japah Kabupaten Blora 2010 / 2011. Jadi penentuan populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh guru BK di MTs Negeri Japah Kabupaten Blora 2010 / 2011 yang berjumlah 10 orang. Sedangkan sampelnya adalah semua guru BK sebanyak 10 orang.
Sedangkan metodologi pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu : tahap pertama adalah tahap persiapan atau pra penelitian dan sering juga disebut sebagai tahap observasi awal. Tahap ini meliputi pembuatan rancangan penelitian, pemilihan dan penyusunan instrument (alat penelitian), konsultasi dengan pihak yang berkompeten, mengurus surat ijin penelitian dan pemilihan informan. Tahap Kedua adalah pengumpulan data dengan menggunakan teknik pengumpulan data lapangan sebagai berikut :teknik intervieu, teknik angket, teknik observasi, teknik dokumentasi.
Karena jenis data yang disajikan peneliti adalah data kualitatif, maka analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif dengan menggunakan metode analisis data deskriptif kualitatif.
Adapun kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah bahwa pelaksanaan program bimbingan dan konseling di MTs Negeri Japah 2010 / 2010 sudah berjalan dengan baik. Pelaksanaan program bimbingan dan konseling tersebut mencakup tujuh bentuk layanan yaitu : layanan orientasi, layanan Informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan pembelajaran, layanan konseling pribadi, layanan bimbingan kelompok dan layanan konseling kelompok. Selain juga melaksanakan kegiatan pendukung yaitu pengumpulan data, kunjungan rumah, konferensi kasus, alih tangan dan penilaian dan tindak lanjut.
Sedangkan peran guru BK dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di MTs Negeri           Japah adalah ikut membantu melaksanakan tujuh bentuk layanan dalam BK dengan berperan sebagai pendidik dan pengajar, pembimbing, penasehat, teladan, memberikan motivasi dan koreksi dalam membantu menyelesaikan permasalahan peserta didik di MTs Negeri Japah 2010 / 2011. Juga ikut serta dalam melaksanakan kegiatan pendukung untuk mempermudah pelaksanaan bimbingan dan konseling peserta didik di MTs Negeri Japah.

 Struktur Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah/madrasah merupakan usaha
membantu peserta didik dalam pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial,
kegiatan belajar, serta perencanaan dan pengembangan karir. Pelayanan Bimbingan
dan Konseling memfasilitasi pengembangan peserta didik, secara individual, kelompok dan atau klasikal, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, perkembangan, kondisi, serta peluang-peluang yang dimiliki. Pelayanan ini juga membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta masalah yang dihadapi peserta didik.

A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan Konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara
perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal,
dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung,berdasarkan norma-norma yang berlaku.

B. Paradigma, Visi, dan Misi
1. Paradigma
Paradigma Bimbingan dan Konseling adalah pelayanan bantuan psiko-pendidikan
dalam bingkai budaya. Artinya, pelayanan Bimbingan dan Konseling berdasarkan
kaidah-kaidah keilmuan dan teknologi pendidikan serta psikologi yang dikemas dalam kaji-terapan pelayanan Bimbingan dan Konseling yang diwarnai oleh budaya lingkungan peserta didik.
2. Visi
Visi pelayanan Bimbingan dan Konseling adalah terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar peserta didik berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.
3. Misi
Misi pendidikan, yaitu memfasilitasi pengembangan peserta didik melalui pembentukan perilaku efektif-normatif dalam kehidupan keseharian dan masa depan.
Misi pengembangan, yaitu memfasilitasi pengembangan potensi dan kompetensi
peserta didik di dalam lingkungan sekolah/ madrasah, keluarga dan masyarakat.
Misi pengentasan masalah, yaitu memfasilitasi pengentasan masalah peserta didik
mengacu pada kehidupan efektif sehari-hari.

C. Bidang Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta
didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat
dan minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistik.
Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan social yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.
Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam
memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.


D. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Pemahaman, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memahami diri dan
lingkungannya.
Pencegahan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mampu mencegah atau
menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat
perkembangan dirinya.Pengentasan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mengatasi masalah yang dialaminya.
Pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik
memelihara dan menumbuh-kembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang
dimilikinya.Advokasi, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memperoleh pembelaan atas hak dan atau kepentingannya yang kurang mendapat perhatian.
E. Prinsip dan Asas Bimbingan dan Konseling
Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling berkenaan dengan sasaran layanan,
permasalahan yang dialami peserta didik, program pelayanan, serta tujuan dan
pelaksanaan pelayanan.Asas-asas Bimbingan dan Konseling meliputi asas kerahasiaan, kesukarelaan,keterbukaan, kegiatan, kemandirian, kekinian, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan,keahlian, alih tangan kasus, dan tut wuri handayani.
F. Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling
Orientasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik memahami lingkungan baru,
terutama lingkungan sekolah/madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk
menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di
lingkungan yang baru.Informasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan.
Penempatan dan Penyaluran, yaitu layanan yang membantu peserta didik memperoleh
penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar,
jurusan/program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstra kurikuler.
Penguasaan Konten, yaitu layanan yang membantu peserta didik menguasai konten
tertentu, terumata kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di
sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Bimbingan dan Konseling Perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik
dalam mengentaskan masalah pribadinya.Bimbingan Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalampengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan,
dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.Bimbingan dan Konseling Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.Konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan  dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.Mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antar mereka.

G. Kegiatan Pendukung
Aplikasi Instrumentasi, yaitu kegiatan mengumpulkan data tentang diri peserta didik dan lingkungannya, melalui aplikasi berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes.
Himpunan Data, yaitu kegiatan menghimpun data yang relevan dengan pengembangan peserta didik, yang diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif,terpadu, dan bersifat rahasia.Konferensi Kasus, yaitu kegiatan membahas permasalahan peserta didik dalampertemuan khusus yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan data,kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik, yang bersifat terbatas dan tertutup.
Kunjungan Rumah, yaitu kegiatan memperoleh data, kemudahan dan komitmen bagi
terentaskannya masalah peserta didik melalui pertemuan dengan orang tua dan atau
keluarganya.Tampilan Kepustakaan, yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial,kegiatan belajar, dan karir/jabatan.Alih Tangan Kasus, yaitu kegiatan untuk memindahkan penanganan masalah peserta didik ke pihak lain sesuai keahlian dan kewenangannya.
H. Format Kegiatan
Individual, yaitu format kegiatan Bimbingan dan Konseling yang melayani peserta didik secara perorangan.Kelompok, yaitu format kegiatan Bimbingan dan Konseling yang melayani sejumlah peserta didik melalui suasana dinamika kelompok.
Klasikal, yaitu format kegiatan Bimbingan dan Konseling yang melayani sejumlah
peserta didik dalam satu kelas.
Lapangan, yaitu format kegiatan Bimbingan dan Konseling yang melayani seorang atau sejumlah peserta didik melalui kegiatan di luar kelas atau lapangan.
Pendekatan Khusus, yaitu format kegiatan Bimbingan dan Konseling yang melayani
kepentingan peserta didik melalui pendekatan kepada pihak-pihak yang dapat memberikan kemudahan.

I. Program Pelayanan
1. Jenis Program
Program Tahunan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu tahun untuk masing-masing kelas di sekolah/madrasah.
Program Semesteran, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi
seluruh kegiatan selama satu semester yang merupakan jabaran program tahunan.
Program Bulanan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu bulan yang merupakan jabaran program semesteran.
Program Mingguan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu minggu yang merupakan jabaran program bulanan.
Program Harian, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling yang dilaksanakan pada hari-hari tertentu dalam satu minggu.
2. Penyusunan Program
Program pelayanan Bimbingan dan Konseling disusun berdasarkan kebutuhan peserta
didik (need assessment) yang diperoleh melalui aplikasi instrumentasi.
Substansi program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi keempat bidang, jenis layanan dan kegiatan pendukung, format kegiatan, sasaran pelayanan, dan
volume/beban tugas konselor.

Related Posts: